[Bandung Travelling Spot] Butterfly Park di Bandung

Halo para sahabat,

Kalau melihat foto di bawah ini, kira-kira di manakah ini?

Pagi ini kami sekeluarga pergi ke “Taman Kupu-Kupu Cihanjuang” yang ada di jl. Cihanjuang Cibaligo Km.3.3 No. 58 Kab. Bandung Barat 40559 (Telp. 022-6082-2222).

Semua anggota keluarga pagi-pagi sudah bangun. Suamiku. Lalu ketiga anak kami, Alma (sulung), Tiara (tengah) dan Dzaky (bungsu).

Tepat jam delapan pagi, kami tiba di Mesjid Salman, ITB-Bandung (ini bagi pembaca dari luar kota ya). Seperti biasanya setiap jam delapan pagi, Sejak tgl 26 September, anak-anak resmi ikut kegiatan Pendidikan Anak-Anak Salman (PAS) ITB.

Kegiatan PAS ITB ini dilakoni oleh mahasiswa-mahasiswa ITB sejak tahun ’70-an. Tujuannya adalah belajar mengasuh anak-anak kecil usia Balita (TK) dan SD dengan mentoring agama (mengajarkan huruf Hijaiyah), bermain dengan anak-anak yang mereka panggil ‘adik-adik’, serta mengajarkan seni berupa gerak, tari dan lagu. Sungguh kegiatan yang bermanfaat menurut kami.

Anak-anak kami diajar bergaul dengan banyak anak lainnya, bergaul dengan ‘kakak-kakak’ mereka (= mahasiswa2 ITB tadi). Selain itu juga menjadi anak-anak yang ceria, mandiri (tidak melulu harus bergantung pada orangtua mereka), dan diharapkan menjadi pemimpin Islam yang baik.

Biaya kegiatan hanya Rp.100.000/tiga bulan. Selain kegiatan untuk adik-adik, para orangtua bisa ikut FOTA (forum orangtua) yang berisi mentoring dari tutor yang hebat-hebat. Kalau FOTA sih free of charge, hanya perlu keinginan duduk dan dengar dari para orangtua.

Biasanya kegiatan dilakukan di area paving blok mesjid (bersebelahan dengan area rumput yang luas sekali). Adik-adik usia Balita selalu berkelompok dan beraktifitas dengan kakak-kakak mereka. Sedangkan adik-adik usia SD selalu dipusatkan di Taman Ganesa (bersebelahan dengan Mesjid Salman).

Adik-adik SD bisa melanjutkan kegiatan klub, setelah selesai dari acara dengan kakak-kakak mereka. Ada 6 klub  yakni:

1. Bokre (Bocah kreasi),

2. Surviva (Pelatihan outbond/berkemping),

3. Merpati Putih (bela diri),

4. PenCil (Penulis Cilik),

5. Asterix (seni drama)

6. Science.

Setiap klub juga dipandu oleh para kakak. Aku baru tahu kalau kegiatan klub ini sifatnya ‘sunnah’ bukan ‘wajib’ buat adik-adik usia Balita. Melainkan, dianjurkan untuk diikuti oleh adik-adik usia SD.

Nah, kali ini kegiatan PAS untuk adik-adik Balita dipindahkan ke Taman Kupu-Kupu Cihanjuang. Sedangkan adik-adik SD ke Subang.

Horeee…bagiku pribadi, ini alasan yang tepat untuk mengajak seluruh keluarga berpartisipasi berangkat ke sana.

Kami mengendarai mobil pribadi. Sedangkan para orangtua yang lain, ada yang ikut naik angkot yang disewa untuk mengangkut sekian banyak adik-adik dan para kakak PAS.

Maka tibalah kami di tempat yang sejak dulu ingin kukunjungi.

Foto di atas ini adalah gerbang masuk ke TKKC.

Area tempat duduk untuk beristirahat dan area duduk-duduk langsung penuh dengan para orangtua, adik-adik dan kakak-kakak PAS. Tentu saja aku tidak menyia-nyiakan waktu untuk berkeliling.

Pertama, aku baru sadar bahwa di dalam taman, selain ada area-area tadi ternyata ada gedung yang bisa disewakan untuk resepsi pernikahan. Asyik ya! (maaf yang ini fotonya di HP, belum bisa diupload harus ke foto studio dulu minta dibantuin agar direkam ke CD)

Kedua, aku memutuskan masuk ke taman kupu-kupunya terlebih dahulu dari anak-anak. Biar santai. Akhirnya, aku, suami dan Dzaky bertiga membayar uang masuk Rp. 20.000 plus diberi soffle (karena di dalam banyak nyamuk).

Here we come.

Foto di atas ini gambaran suasana di dalam taman.Luas juga sih. Banyak aneka tumbuhan dan bunga.

Di dalam taman, banyak sekali aneka bunga dan tumbuhan hijau. Yang membuatku takjub adalah ukuran kupu-kupu yang besar. Sekita dua kali telapak tangan manusia. Namun, kami juga menemukan yang ukurannya sedikit lebih besar dari ruas kuku jari. Beneran! Kecillll banget.

Warna kupu-kupu juga beraneka. Yang paling menonjol adalah kupu-kupu hitam dengan warna biru, hijau, kuning besar pada kedua sayapnya. Kabarnya jenis ini dari Papua.

Jenis kupu-kupu yang ada di taman ini beragam. Asalnya pun bermacam-macam. Misalnya dari dalam negeri, atau pun dari luar negeri seperti Malaysia. Kata penjaganya, kupu-kupu di Malaysia itu cantik sekali.

Ada juga rama-rama, jenis kupu-kupu terbesar. Sayangnya kami tidak bisa melihatnya, karena rama-rama jenis kupu-kupu malam. Kalau siang hari ia bersembunyi.

Menurut Pak Jonathan (pengelola taman) yang sempat kuwawancarai, taman ini dibuat dengan tujuan edutour. Anak-anak yang datang akan belajar bagaimana kupu-kupu itu bermetamorfosisi. Sudah tahu kan?

Dari telur-ulat-pupa (bersembunyi dalam kepompong)-kupu-kupu. (lihat foto di bawah ini, mati-matian mendapatkan gambar yang ciamik seperti ini. Namanya butterfly, nggak bisa diem! hehehe).

Kupu-kupu yang baru lahir perlu waktu setengah hari untuk terbiasa dengan alam dan kehidupan barunya. Setelah setengah hari ia bisa terbang.

Di dalam taman ada area untuk kepompong. (Maaf fotonya belum bisa diupload karena ada dihandphone).

Ukuran kepompong pun dari yang panjangnya paling-paling 5 cm, sampai yang puluhan sentimeter pun ada. Para kepompong tergelantung pada sebuah rangkaian daun (?) tali (?) yang sengaja disiapkan oleh pengelola taman. Petugas taman selalu memantau kondisi kepompong. Ada juga kupu-kupu yang gagal hidup lantaran suhu udara yang akhir-akhir ini sangat tinggi. Aku sedih melihat seekor kupu-kupu mati di dalam kepompongnya, padahal tampaknya dia hampir berhasil keluar.

Kata petugas yang aku wawancarai, kupu-kupu kalau nikah sangat milih-milih calonnya. Sama seperti manusia ya! hehehe.

Nah, terakhir ada toko souvenir. OMG banget. Souvenir yang dijual sangat-sangat cantik. Beragam jenisnya. Dari baju, kupu-kupu yang dikeringkan, sayap kupu-kupu buatan untuk para anak-anak perempuan, kain jilbab motif kupu-kupu. Es krim juga ada! Tapi tidak mengandung kupu-kupu kok.

Sayang aku nggak bawa uang banyak. Padahal gemes banget lihat baju terusan bermotif kupu-kupu yang tadinya ingin dibelikan buat Alma dan Tiara.

Oke deh. Sekian cerita dariku. Waktunya pulang…bye bye cerio.

(foto: Alma, Semesta dan Kak Nunin)

[Parenting] Ngasuh Anak Sendiri di Sapporo

Hari ini, Jumat- 13 Januari 2012;

  • de Paris Van Java

Putri sulung kami sudah berangkat ke TKnya. Pagi-pagi tugas Ayah mengantarkannya. Sedangkan aku, meneruskan rutinitas beres-beres rumah dan mengurus dua anak kami yang lain.

Kebetulan si bungsu sedang demam panas. Sejak kemarin demamnya dimulai. Disertai muntah-muntah. Ia belum kami bawa ke dokter. Rasanya kami masih bisa mengatasinya dengan berbagai cara. Plus, nggak pake acara panik-panikan.

Nah, dengan kondisi si bungsu sakit begini pun mau tak mau tugasku menjemput si sulung, harus tetap dilaksanakan. Sebenarnya kondisi yang riskan. Mengingat cuaca akhir-akhir ini saja sering diwarnai oleh mendung dan hujan rintik-rintik tak beraturan. Baru semenit yang lalu matahari bersinar, tiba-tiba saja turun hujan. Terlihat deras, tetapi sebenarnya hanya rintik-rintik yang rapat. Namun hal ini cukup memancing ketidakstabilan pada kondisi kesehatan anak-anak. Betul nggak?

Maka dengan membaca bismillah, kubawalah si bungsu dan si tengah menjemput kakak mereka. Kupasangkan jaket pada setiap tubuh anak-anak. Biasanya mereka jarang dipasangi jaket. Keduanya tergolong anak-anak bertubuh kuat, jarang sakit dan paling tidak suka tidur berselimut. Beda halnya dengan si sulung yang punya alergi dingin.

Naik angkotlah kami bertiga.

  • de Yuki Guni

Hmm…mengingatkan aku pada keseharianku dulu di Jepang. Tepatnya di Kota Sapporo yang terkenal dengan nama YUKI GUNI ( 雪国)

Yuki=salju; Guni–dari kata Kuni = Negara, dalam hal ini kota). Waktu itu antara tahun 2006 dan 2009. Kami baru punya si sulung dan si tengah. Sedangkan si bungsu lahir di Bandung–made in oncom (hehehe).

Hidup di Jepang, berarti siap tanpa pembantu. Apalagi tidak ada keluarga yang tinggal berdekatan. Misalnya, Ayah, Ibu, bibi, uwak, tante, paman atau kakak dan saudara lainnya. Mengharapkan teman untuk dititipi anak-anak? Itu solusi yang terbaik, mungkin. Pernah juga satu dua kali kualami, tetapi nggak pake sering-sering loh ya.

Titipi anak di TPA bagaimana?

Oww, yang ini nggak mungkin sekali. Di Jepang, menitipkan anak di TPA harus jelas alasannya. Hal utama yang mendasari para orangtua Jepang menitipkan anak-anak mereka di TPA adalah: karena ibunya bekerja atau karena hal lain tidak bisa mengurus anak-anak mereka sendiri. Jelas bukan sekedar trend biar anak masuk pendidikan lebih dini.

Pemandangan aku berjalan sambil menggendong satu anak di punggung/dada, sedangkan tanganku mendorong satu anak lain dalam baby car, itu sudah biasa.

Biasanya orang lain akan memberikan senyuman melihat ‘keribetan’ tadi. Bahkan pernah seorang kakek memberikan kata-kata semangat,”頑張ってね gambatte ne,” (semangat ya!) kepadaku. Aku cuma nyengir karena selain dua anak dengan dua kondisi tadi, di baby car pun aku menggantungkan beberapa gembolan lain. Plastik belanjaan gitu loh.

Enaknya hidup di kota itu, adalah jalanan sangat datar. Tidak bergelombang. Tidak bolong-bolong. Aman dipakai oleh pejalan kaki. Makanya tidak heran aku bisa tetap menikmati udara luar rumah meskipun membawa dua anak yang usianya masih sangat-sangat balita. Waktu itu si sulung baru 1 thn 9 bln, sedangkan adiknya baru 3 bulan. Itu misalnya. Lebih hebohnya lagi ketika aku berhadapan dengan musim dingin! Wow makin seru.

Mau keluar rumah aja mesti ribet dengan ritual memasangkan baju anti dingin. Mulai dari baju daleman, short-jhon (hihihi, kebalikan dari long-jhon), jaket yang terkadang berbentuk terusan, atau yang dibagi dua- atasan dan bawahan. Setelah itu kupluk anti dingin, sarung tangan. Ada juga anak-anak yang diberi tambahan penahan dingin di telinga. Terakhir kaus kaki tebal dan sepatu boots anti-slip.

Kalau sudah begitu, biasanya adaaa saja anak-anakku yang mulai rewel. Eng ing eng.Mungkin ribet ya. Tebal pula! Mereka berasa robot kali. Aku aja gerah banget kalau pakai baju setebal itu. Tapi bedanya, kalau orang dewasa masih bisa menipis-nipiskan jaketnya. Sedangkan untuk anak-anak harus benar-benar yakin bahwa mereka terlindung dari suhu dingin yang menyakiti diri mereka.

Setelah itu barulah menikmati panasnya sinar matahari. Anak-anak paling senang bermain ‘menjatuhkan diri ke dalam tumpukan salju’. Atau, naik gunung-gunungan salju (yang sengaja dibuat di taman kompleks), lalu mereka meluncurkan badannya. Kalau kreatif, bisa bikin seluncuran salju dari bahan plastik atau benar-benar membawa papan seluncur salju berukuran mini. Hitung-hitung belajar meluncur sebelum ikut olimpiade musim dingin…hihihi (hus! ngarang aja nih mama).

Yang paling seru biasanya pas kepentok bepergian pake kereta. Maklum, harus naikin baby car ke dalam kereta, juga nurunin ketika tiba di tujuan. Di dalam kereta, ada green sheet. Di sini hak para manula, ibu hamil, orang yang cacat untuk duduk tanpa harus sungkan-sungkan dengan penumpang lain. Alhamdulillah dapat kemudahan lagi (selain adanya fasilitas jalan untuk pejalan kaki).

Hmm…tapi ada sedihnya juga sih. Gini-gini aku kan seorang wanita. Terkadang ketika menurunkan/menaikkan baby cari ke/dari gerbong kereta, mau dong dibantuin para lelaki. Tapi, hiks, kayaknya orang Jepang masih banyak yang malezs nolong. Beneran! Bukan bohong looh.

Meskipun ada kampanye ‘bantulah ibu dan anak’, di mana posternya dipampang gede-gede di berbagai tempat, bahkan ada gantungan kuncinya yang terayun-ayun di tas si ibu dan anak tadi, tetep aja nggak ada yang minat menolong. Alhasil, bersusah payahlah diriku sendiri (dan para ibu beranak lainnya).

Kalau di negara kita, pasti pada rebutan bantuin ya! (smile)